Senin, 26 Mei 2014

Hubungan antara proklamasi kemerdekaan dan UUD 1945 dan juga konsitusi yang pernah berlaku di indonesia

Proklamasi kemerdekaan mempunyai hubungan yang erat, tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan dengan Undang-Undang Dasar 1945 terutama bagian Pembukaan UUD 1945. Proklamasi kemerdekaan dengan Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kesatuan yang bulat. Apa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu amanat yang luhur dan suci dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Makna Proklamasi Kemerdekaan yaitu pernyataan bangsa Indonesia kepada diri sendiri maupun kepada dunia luar bahwa bangsa Indonesia telah merdeka, dan tindakantindakan yang segera harus dilaksanakan berkaitan dengan pernyataan kemerdekaan itu, telah dirinci dan mendapat pertanggungjawaban dalam Pembukaan UUD 1945. Hal ini dapat dilihat pada: 1) Bagian pertama (alinea pertama) Proklamasi Kemerdekaan (“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”) mendapat penegasan dan penjelasan pada alinea pertama sampai dengan alinea ketiga Pembukaan UUD 1945. 2) Bagian kedua (alinea kedua) Proklamasi Kemerdekaan (“Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lainlain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”) yang merupakan amanat tindakan yang segera harus dilaksanakan yaitu pembentukan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945 merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Apa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 telah dijabarkan kedalam pasal-pasal yang ada dalam Batang Tubuh UUD 1945. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu dapat pula disimpulkan bahwa Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan Batang Tubuh UUD 1945, namun antara keduanya mempunyai kedudukan yang terpisah. Hal ini dikarenakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah Negara yang mendasar (staatsfundamentalnorm) yang tidak dapat dirubah oleh siapapun kecuali oleh pembentuk Negara. Untuk dapat dikatakan sebagai Pokok Kaidah Negara yang mendasar (Staatsfundamentanorm) harus memiiliki unsur-unsur mutlak, antara lain: 1. dari segi terjadinya, ditentukan oleh pembentuk Negara dan terjelma dalam suatu pernyataan lahir sebagai penjelmaan kehendak pembentuk Negara untuk menjadikan hal-hal tertentu sebagai dasar-dasar Negara yang dibentuknya; 2. dari segi isinya, memuat dasar-dasar pokok negara, yaitu dasar tujuan Negara baik tujuan umum maupun tujuan khusus, bentuk negara, dan dasar filsafat Negara (asas kerokhanian Negara). Sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan sub bab Suasana Kebathinan Konstitusi Pertama di atas, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah memenuhi unsur-unsur sebagai Pokok Kaidah Negara yang mendasar (Staatsfundamentalnorm). Pembukaan UUD 1945 juga memiliki hakikat kedudukan hukum yang lebih tinggi dari pada pasalpasal dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan Batang Tubuh UUD 1945 yang merupakan penjabaran dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memiliki sifat supel, artinya dapat mengikuti perkembangan jaman sehingga memungkinkan untuk dilakukan perubahan yang sesuai dengan perkembangan jaman. Dengan demikian jika kita mencermati hubungan antara Proklamasi Kemerdekaan dengan Pembukaan UUD 1945 yang merupakan hubungan suatu kesatuan bulat, serta hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945 yang merupakan hubungan langsung, maka dapat disimpulkan bahwa Proklamasi Kemerdekaan mempunyai hubungan yang erat, tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan dengan Undang-Undang Dasar 1945.





KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA 

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris constitution yang artinya adalah hukum dasar. Sedangkan dalam bahasa Belanda sering disebut grondwet atau grundgezetz. Menurut L.J. Van Apeldorn hukum dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum dasar tertulis (undang-undang dasar) dan hukum dasar tidak tertulis. Biasanya konstitusi dalam suatu negara diartikan sebagai undang-undang dasar. Dengan demikian undangundang dasar sebenarnya merupakan bagian dari konstitusi yang tertulis. Undang-Undang Dasar menurut C.S.T Kansil, diartikan sebagai piagam tertulis yang dengan sengaja diadakan, dan memuat segala apa yang dianggap pembuatnya menjadi asas fundamental negara ketika itu. Sedangkan E.C.S Wade menyatakan bahwa undang-undang dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara-cara kerja
badan itu.
Dari dua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang dinamakan undang-undang dasar adalah
hukum dasar tertulis dari suatu negara yang memuat
tugas-tugas pokok dari badan pemerintahan atau
lembaga negara, serta menentukan cara kerja dari
badan-badan tersebut.
Undang-undang dasar menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu UUD yang bersifat fleksibel (supel) dan UUD yang bersifat rigid atau kaku. Undang-undang dasar bersifat fleksibel apabila membuka adanya prosedur yang lebih mudah untuk mengubah undang-undang dasar tersebut. Sedangkan undang-undang dasar bersifat frigid atau kaku apabila prosedur untuk mengubah undang-undang dasar tersebut sangat sulit.
Fungsi dari undang-undang dasar itu sendiri adalah sebagai berikut.
1. Undang-undang dasar bersifat mengikat lembaga negara, lembaga masyarakat serta mengikat setiap warga negara.
2. Undang-undang dasar berisi norma-norma, kaidah-kaidah, aturanaturan, atau ketentuan-ketentuan yang hams ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terikat dalam negara tersebut.
3. Undang-undang dasar berfungsi sebagai sumber hukum bagi produkproduk hukum yang ada dibawahnya.
4. Undang-undang dasar sebagai hukum yang tertinggi mempunyai fungsi sebagai alat kontrol dan sebagai parameter terhadap seluruh norma hukum yang ada di bawahnya. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai UUD (konstitusi), di bawah ini akan dibahas macam-macam UUD yang pernah berlaku di Indonesia:
1. Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 dinyatakan sebagai hukum dasar yang sah dan berlaku di Indonesia sejak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Rumusan UUD 1945 sebenarnya menggunakan rumusan hasil sidang BPUPKI yang sudah mengalami perubahan dan penyempurnaan dan ditetapkan pada sidang PPKI.
UUD 1945 terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Pembukaan terdiri dari empat alinea.
b. Batang Tubuh terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, IV Aturan Peralihan dan II Aturan Tambahan.
c. Penjelasan.
Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari empat alinea itu, juga mempunyai pokok-pokok pikiran yang sangat penting, yaitu:
a. Negara Indonesia adalah suatu negara yang berdasarkan paham negara persatuan.
b. Dasar negara adalah Pancasila, yaitu:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Batang tubuh UUD 1945, yang dipertegas dalam penjelasan UUD 1945, mengatur tentang sistem pemerintahan negara, yaitu:
a. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Pasal 1).
b. Sistem kostitusional, yaitu pemerintah berdasar atas konstitusi (hukum dasar), jadi tidak bersifat kekuasaan yang tidak terbatas. (Pasal 1)
c. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara menurut Undang- Undang Dasar (Pasal 4).
d. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden(Pasal 17).
e. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas, kepala negara harus tunduk pada Konsitusi (Pasal 4).
f. DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden (Pasal 7). Undang-Undang Dasar 1945 dalam gerak dan pelaksanaannya mengalami beberapa masa berlaku, yaitu:
a. Masa Pertama, dimulai tanggal 18 Agustus 1945 — 17 Agustus 1950. Sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 berarti UUD 1945 berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan tanggal 27 Desember 1949 merupakan masa berlakunya Konstitusi RIS di mana UUD 1945 hanya berlaku di salah satu negara bagian RIS.
b. Masa Kedua, dimulai tanggal 5 Juli 1959—Sekarang Dengan adanya kegagalan Dewan Konstituante untuk menetapkan UUD yang barn maka pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi:
1) Pembubaran Konstituante
2) Berlakunya kembaii UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3) Akan dibentuk dalam waktu dekat MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) Dengan Dekrit Presiden maka negara Republik Indonesia dengan resmi menggunakan UUD 1945 kembali. Sejak saat itu UUD 1945 berlaku hingga sekarang, walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat penyimpangan-penyimpangan. Pada 1998 UUD 1945 mengalami amandemen oleh MPR terutama pada bagian batang tubuh.
2. Konstitusi RIS 1949
Pada tanggal 23 Agustus - 2 September 1949 di Den Haag, Belanda, diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB). Tujuan diadakannya KMB adalah untuk menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dan Belanda secepat-cepatnya, dengan cara yang adil dan pengakuan kemerdekaan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Salah satu keputusan pokok KMB ialah Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya, tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS, selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Dan pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani piagam pengakuan kedaulatan RIS di Amsterdam, dan mulai saat itulah diberlakukan Konstitusi RIS. Konstitusi RIS adalah sebuah konstitusi yang bersifat sementara, yang dalam waktu secepat-cepatnya. Konstituante bersama dengan pemerintah akan menetapkan konstitusi baru menggantikan konstitusi ini.
Bentuk negara menurut konstitusi ini adalah negara serikat dan bentuk pamerintahannya ialah republik (Pasal 1 ayat 1 KRIS). Kedaulatan negara dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 1 ayat 2 KRIS).
Sedangkan alat-alat kelengkapan RIS adalah:
a. Presiden
b. Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Mahkamah Agung (MA)
f. Dewan Pengawas Keuangan (DPK) Sementara wilayah RIS adalah wilayah yang meliputi:
a. Negara Republik Indonesia, daerah meliputi seperti tersebut dalam Persetujuan Renville
1) Negara Indonesia Timur
2) Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
3) Negara Jawa Timur
4) Negara Madura
5) Negara Sumatera Timur
6) Negara Sumatera Selatan
b. Satuan-satuan kenegaraan yang tegak berdiri: Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
c. Daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah bagian. Sistem pemerintahan menurut konstitusi RIS dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pemerintahan dijalankan oleh Presiden bersama-sama para menteri dengan tujuan untuk menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan mengurus supaya konstitusi UU Federal dan peraturan-peraturan lainnya yang berlaku untuk RIS dijalankan
b. Presiden adalah kepala negara yang kekuasaannya tidak dapat diganggu gugat dan dipilih orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian.
c. Sistem kabinet adalah kabinet yang bertanggung jawab (cabinet government) kepada perdana menteri.
d. Kabinet tidak dapat dipaksa untuk meletakkan jabatannya oleh DPR pertama RIS.
e. RIS mengenal sistem perwakilan bikameral (dua kamar), yaitu Senat dan DPR.
3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Negara Republik Indonesia Serikat ternyata tidak dapat bertahan lama, karena bentuk negara serikat bukanlah bentuk negara yang dicitacitakan dan tidak sesuai dengan jiwa proklamasi kemerdekaan. Oleh sebab itu, pengakuan kedaulatan RIS menimbulkan gejolak di negara-negara bagian RIS dan menuntut pembubaran RIS dan kembali ke negara kesatuan. Pada tanggal 17 Agustus 1950 akhirnya RIS dibubarkan oleh Presiden Soekarno selaku Presiden RIS pada saat itu dan diproklamasikan terbentuknya negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada saat itu pula dibentuk panitia yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo yang bertugas untuk membuat UUDS 1950 yang terdiri dari 147 pasal.
Bangsa Indonesia semenjak proklamasi kemerdekaan menghendaki suatu negara kesatuan yang melindungi segenap bangsa Indonesia. Sehingga pembentukan RIS dipandang sebagai taktik politik Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan berlakunya UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950 mengembalikan semangat bangsa Indonesia untuk menjadi negara kesatuan. Bentuk negara RI menurut UUDS 1950 adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahannya adalah republik. Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR.
Dengan demikian UUDS 1950 menganut paham kedaulatan rakyat. Pasal 2 UUDS 1950 menyatakan bahwa RI meliputi seluruh daerah In-donesia.
Sedangkan yang dimaksud daerah Indonesia adalah daerah “Hindia Belanda” dahulu, termasuk pulau Irian Barat (sekarang bernama Papua). Irian Barat meskipun secara de facto belum di bawah kekuasaan RI namun secara de jure bagian dari wilayah RI.
Alat-alat kelengkapan negara meliputi:
a. Presiden dan wakil presiden
b. Menteri-menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
d. Mahkamah Agung (MA)
e. Dewan Pengawas Keuangan (DPK) Sedangkan sistem pemerintahan berdasarkan UUDS 1950 adalah:
a. Pemerintah terdiri dari Presiden dan para menteri, yang bertugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan berupaya agar UUD, undang-undang dan peraturan lainnya dilaksanakan.
b. Presiden ialah kepala negara dan dalam menj alankan tugasnya dibantu oleh seorang wakil presiden.
c. Sistem kabinet adalah kabinet parlementer yang bertanggung jawab kepada Presiden.
d. Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum oleh warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat.
e. Konstituante bertugas bersama-sama pemerintah, secepatnya menetapkan UUD RI yang akan menggantikan UUD Sementara. Pada masa berlakunya UUD 1950, terjadi peristiwa yang bersejarah bagi demokrasi di Indonesia, yaitu adanya pemilihan umum yang pertama.
Pemilu pada saat itu berlangsung dua tahap. Tahap pertama berlangsung tanggal 21 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan tahap kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Setelah terbentuknya Konstituante pada tanggal 10 November 1956, mulailah dewan tersebut bersidang untuk menetapkan UUD bagi negara dan bangsa Indonesia. Dalam sidang-sidang Konstituante ternyata belum berhasil merumuskan UUD yang baru, sehingga pada permulaan tahun 1959 pemerintah menganjurkan untuk menetapkan UUD 1945 menjadi UUD yang menggantikan UUDS 1950. Namun dalam persidangan selanjutnya ternyata tidak dapat memutuskan berlakunya UUD 1945. Dengan demikian apabila hal ini berlarut-larut akan membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Akhirnya Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan “Dekrit Presiden”, dimana salah satu isi dekrit tersebut adalah berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.